//
you're reading...
ARTIKEL

Basa Sunda Rawan Punah


Penulis   : Teddy K Wirakusumah – Dosen Pengampu Prodi Magister Fikom Unpad

Sumber  : Pikiran Rakyat  21 Februari 2020

Untuk membaca dan mengunduhnya Klik Gambar lalu Zoom. (semoga bermanfaat)

12002211

Tanggal 21 Februari dikenal sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Peringatan tersebut terkait dengan unjukrasa besar-besaran di Pakistan yang dipicu berawal dari penetapan penggunaan bahasa.  Sebagaimana diketahui Pakistan merdeka pada tahun 1947. Setahun kemudian Pakistan menetapkan Bahasa Urdu  sebagai bahasa nasional padahal bahasa tersebut bukan bahasa mayoritas. Mayoritas penduduk tinggal di Pakistan Timur dan menggunakan Bahasa Bengali. Penetapan Bahasa Urdu menjadi bahasa nasional mengundang reaksi keras yang puncaknya terjadi demonstrasi massal tanggal 21 Februari 1957. Unjuk penolakan   tersebut  menewaskan sejumlah mahasiswa dan  warga, berbuntut dan berkepanjangan. Perlawanan terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 1971 PakistanTimur memisahkan diri menjadi negeri berdiri sendiri dan dikenal sebagai Bangladesh. Tragedi berdarah 21 Februari yang berpangkal dari penggunaan bahasa ini oleh rakyat Bangladesh diperingati sebagai Hari Gerakan Bahasa. Berikutnya kemudian  oleh UNESCO diadopsi dan ditetapkan (1999) sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman bahasa dan mempromosikan pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu.

Keanekaragaman bahasa semakin terancam karena makin banyak bahasa yang hilang. Menurut catatan Unesco, setiap dua minggu sebuah bahasa lenyap. Kalau loyalitas terhadap penggunaan bahasa dapat memicu lahirnya sebuah negara, tak berlebihan kiranya berlangsung sebaliknya. Kata orang Sunda “Leungit Basa Leungit Bangsana”

Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, (2018) dalam pesannya mengatakan, “Bahasa lebih dari sekadar alat komunikasi. Ini adalah kondisi kemanusiaan kita. Nilai-nilai kita, keyakinan dan identitas kita tertanam di dalamnya. Melalui bahasa, manusia mentransmisikan pengalaman, tradisi, dan pengetahuan. Hilangnya sebuah bahasa sekaligus mengambil seluruh warisan budaya dan intelektual yang terkandung di dalamnya.”

Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikenal seseorang lewat ibunya. Di Indonesia yang terdri dari banyak suku, bahasa ibu identik dengan bahasa etnik yang digunakan suku ibunya atau lazim disebut dengan bahasa daerah.  

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2018 lalu sudah memetakan 668 bahasa daerah yang tersebar di Indonesia. Angka per 2018 tersebut bertambah 16 bahasa dari catatan pada 2017, yaitu 652 bahasa daerah. Dari jumlah sebanyak itu ternyata 12 bahasa daerah telah punah dan hanya 13 bahasa daerah saja yang masih memiliki penutur di atas satu juta orang. Sisanya berada dalam situasi “terancam punah”. hingga  “kritis”

Bahasa Sunda masih cukup beruntung termasuk diantara 13 bahasa daerah yang memiliki posisi aman. Namun jangan dulu berbangga, mengingat dibandingkan ke-12 bahasa daerah lain mungkin berada pada posisi paling rentan.

Penutur bahasa Sunda sebagian besar tinggal di Jawa Barat. Dalam konteks kebahasaan, Jawa Barat  yang multilingual, multietnis, dan multikultural, kompleksitasnya akan meningkat seiring dengan dikembangkannya jalan tol baru, bandara internasional, jalur layanan baru kareta api, monorel, dan aneka layanan transportasi lainnya. Perpindahan dan pergerakkan orang dan barang bertambah mudah dengan jumlah lebih melimpah. Inplikasinya, intensitas kontak antara kelompok etnis yang satu dan yang lainnya akan meningkat signifikan. Persaingan kebahasaan tidak dapat dielakkan. Terlebih lagi jika persaingan itu dihubungkan dengan perkembangan perkawinan campuran, pembangunan permukiman, kemajuan teknologi komunikasi dan – yang paling menonjol – kebiasaan pemakaian Bahasa Indonesia yang begitu  meluas, meliputi hampir  setiap aktivitas kehidupan dan berlangsung di setiap lapisan masyarakat.  Persaingan kebahasaan akan memicu pergeseran bahasa (language shift).  yakni perubahan secara tetap dalam pilihan bahasa seseorang untuk keperluan sehari-hari. Di Jawa Barat, pergeseran bahasa dari Bahasa Sunda menuju Bahasa Indonesia telah merambah berbagai ranah, bukan saja pada ranah pekerjaan (perkantoran dan pemerintahan) dan ranah pendidikan (sekolah dan pasantren), namun gejalanya sudah mulai nampak pada ranah umum (pasar, jalanan, tempat keramaian), ranah keagamaan, ranah ketetanggaan, ranah kekariban bahkan ranah kekeluargaan. Pergeseran bahasa lazimnya tidak disadari sepenuhnya oleh penutur, namun pergeseran bahasa biasanya menjadi titik awal kepunahan sebuah bahasa.

Mumpung “pergeseran bahasa” masih berupa gejala, saatnya kini untuk bebenah. Mumpung Gubernurnya Ridwan Kamil yang pernah mempopulerkan Rebo Nyunda sebagai program paling menonjol diantara program hari-hari tematik di Kota Bandung, tak ada salahnya mengangkat program serupa di tingkat provinsi dengan sejumlah perbaikan. Walaupun boleh dibilang sukses, Rebo Nyunda yang paling kasat mata baru terkait pada penggunaan busana. Saat menjumpai orang Sunda bercakap nyunda di hari Rabu belum tentu penutur memiliki kesadaran penuh karena hari tersebut Rabu dan harus nyunda. Perilaku berbusana dan berbahasa sangat berbeda. Saat berbahasa seseorang harus menentukan pilihan tergantung pada ranah, siapa peserta bicara, situasi, topik, pola kebiasaan, dan banyak hal lainnya. Tidak semua keadaan cocok menggunakan bahasa Sunda.

Jenis dan nama program boleh sama namun masih banyak solusi kreatif perlu ditemukan. Terlebih jika program ditujukan pada kaum muda usia yang ditengarai mengalami penurunan minat dan kemampuan berbahasa Sunda. Strategi, cara dan media yang sesuai dengan pola kebiasaan dan perilaku anak muda perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh, agar upaya pemeliharaan dapat menyenangkan dan berlangsung senyaman menggunakan busana. Sebut saja sebuah misal, kewajiban siswa mengirim 3 buah kata sebelum masuk sekolah (sesuai tema yang ditentukan, seperti; alat dapur, bagian tubuh, jenis makanan dsb.) pada sebuah aplikasi yang dapat mentabulasikan, mengklasifikasikan dan kemudian pada siang harinya dapat memetakan sekolah mana yang mampu memberikan variasi kata terbanyak dan layak mendapat pujian atau penghargaan, sepertinya menarik. Banyak cara masih bisa ditemukan. Kata kuncinya ada atau tidaknya kemauan. Insya Allah.

 

Save

 

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Follow TandaMata BDG on WordPress.com

Pengunjung Blog

  • 206.538 hit

Pengunjung Online