//
you're reading...
ARTIKEL

KPI-KPID takkan Pernah Mati


Penulis   : Mahi M Hikmat – Koordinator Pengawas Isi Siaran KPID Jabar, Dosen UIN SGD Bandung, Fisip Unpas, FISIP Unikom

Sumber  : Pikiran Rakyat 13 April 2017

Untuk membaca dan mengunduhnya Klik Gambar lalu Zoom. (semoga bermanfaat)

TULISAN  S. Sahala Tua Saragih yang berjudul Matinya KPID (PR,29 Maret 2017) nyaris benar. Fakta di lapangan pasca diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah dua kali diubah dan melahirkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, kondisi kelembagaan dan keuangan sejumlah KPID di sejumlah provinsi di Indonesia menghadapi masa yang sulit.

Pemerintah daerah memiliki komitmen yang varian menanggapi peraturan perundangan tersebut. Sebagian Pemda komit untuk tetap mengakui eksistensi KPID dengan memfasilitasi sekretariatan dan anggaran; sebagian menganggarkan, tetapi tidak “dicairkan”; sebagian mengubah dalam bentuk hibah, bahkan ada juga yang sama sekali tidak menganggarkan.

Kelembagaan KPID Jabar, terutama dalam fasilitas tenaga sekretariatan dan keuangan pun mengalami perubahan. Sekretariat KPID Jabar yang setadinya otonom sebagai OPD yang mandiri dipimpin oleh pejabat setingkat eselon III “dibubarkan”. Fasilitas sekretariatan KPID Jabar dialihkan dalam Tupoksi Diskominfo  Jabar, termasuk juga dalam fasilitas anggaran.

Komitmen kuat dari Gubernur, DPRD, Sekretaris Daerah, Kepala Diskominfo, dan para pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk tetap konsisten menjalankan amanah UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran membuat KPID Jabar tetap kokoh berdiri menjalankan fungsi, tugas, dan kewajibannya. Kendati secara teknis peralihan fasilitasi sekretariatan KPID Jabar  ke Diskominfo bukan tanpa masalah, baik berkurangnya tenaga sekretariatan maupun menciutnya jumlah anggaran. Namun, hal itu bukan halangan besar bagi KPID Jabar untuk komit menjalankan fungsi, tugas, dan kewajiban sebagaimana amanah UU Penyiaran dan P3 SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran-Standar Program Siaran).

Memang, ketaatan terhadap amanah peraturan perundangan, terutama yang berkaitan langsung dengan nilai-nilai yang harus dipertahankan dan dilestarikan dalam kehidupan sosial masyarakat perlu pemahaman dan komitmen yang kuat. UU Penyiaran jangan dilihat hanya sebagai aturan, tetapi harus dipahami sebagai benteng bagi makin masifnya “budaya” negatif, terutama yang diimpor melalui media massa, salah satunya media penyiaran.

Jika UU Penyiaran dipahami hanya sebagai aturan dan KPI-KPID dipandang sebagai produk aturan, maka siapa pun akan mudah untuk mengabaikannya. Apalagi pemerintah yang notabene memiliki aksebilitas luas dan pemegang otoritas tertinggi atas eksistensi peraturan, bukan persoalan yang sulit untuk mengubah, bahkan menghapuskan aturan. Padahal, tertulis dengan jelas bahwa kelahiran UU Penyiaran bertujuan agar penyiaran diselenggarakan untuk memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Tujuan strategis tersebut sejatinya menumbuhkan pemahaman dan komitmen tinggi dari semua warga negara untuk mengimplementasikannya sekaligus memberikan dorongan dan dukungan pada KPI-KPID agar lembaga penyiaran tetap on the track.  Penyiaran di Indonesia harus tetap diarahkan pada: a. menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945; b. menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa; c. meningkatkan kualitas SDM; d. menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; e. meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional; f. menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup; g. mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran; h. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi; i. memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab; j. memajukan kebudayaan nasional. Tujuan dan arah itulah yang harus menjadi komitmen bersama atas kehidupan penyiaran.

Oleh karena itu, jika pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia komit atas nilai-nilai substansial UU Penyiaran untuk menjadi filter pertahanan dari dampak buruk konten isi siaran dan menguatkan dampak baiknya, maka eksistensi fungsi, tugas, dan kewajiban KPI-KPID tidak akan pernah mati. Secara kelembagaan, KPI-KPID dapat dibubarkan, tetapi gelora semangat komitmen atas nilai-nilai UU Penyiaran tidak akan pernah surut.

Literasi media telah menumbuhkan aktivis-aktivis tangguh baik dari kalangan akademisi, LSM, mahasiswa, pelajar, dan kelompok masyarakat strategis lainnya untuk komit membatasi, bahkan melarang konten siaran yang dapat merusak moral dan mental bangsa. Bahkan, sejumlah gerakan sudah didengungkan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Semuanya berangkat dari kesadaran atas pemahaman nilai-nilai yang terkandung dari UU Penyiaran. Bahkan, kesadaran pun mulai tumbuh pada sebagian pengelola lembaga penyiaran, sehingga mereka konsisten hanya menyajikan konten siaran yang sehat dan mendidik.

Besok-lusa, mungkin saja UU Penyiaran, termasuk KPI-KPID tidak perlu ada ketika seluruh elemen masyarakat telah memiliki komitmen yang sama untuk hanya menyajikan dan menikmati konten siaran yang sehat dan mendidik. Itulah nilai-niai yang saat ini tengah diperjuangan KPI-KPID yang akan tetap hidup semanjang kesadaran akan kebenaran menjadi bagian dari kehidupan manusia. *** 

Save

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Follow TandaMata BDG on WordPress.com

Pengunjung Blog

  • 205.363 hit

Pengunjung Online